Harajuku is a popular iconic location in the entertainment world, both inside and outside of Japan. The girls of Harajuki have been said to be the "Star beauty of Japan"
Belum lama aku mengenalnya. Pertemuan pertama kali bagi kami ialah saat aku melihatnya sedang mengobrol asyik dengan karyawati di kantor kami. Penampilannya mengesankan bahwa ia berasal dari keluarga menengah ke atas. Rambut ala brit pop dengan cat merah tembaga, pakaian ketat, dan kaos kaki warna pelangi, ditambah dandanan ala harajuku. Hmmph..naluri menghakimi pun muncul. Bukan wanita baik-baik, kataku dalam hati.
*Ya..beginilah hobi seorang aktifis amatiran, senang meremehkan orang lain*
Setelah info dari sana-sini, ternyata aku mendapatkan namanya. Echa panggilannya. Keperluannya datang ke kantor kami ternyata untuk mencari kalau-kalau ada lowongan kerja buatnya. Ouw kebetulan ! Rencananya kami hendak membuka counter makanan di sebuah kantin kampus. Dan sebagai lulusan Sekolah Menengah Ilmu Partiwisata, nampaknya Echa cocok. Walaupun dalam hati aku masih sedikit kurang sreg, kenapa gadis semuda ini sudah terfikir untuk bekerja? Dan lagi, penampilannya tidak mencirikan bahwa dia hidupnya susah. Pikirku.
Wawancara pun berlangsung. Bukan olehku, namun partnerku yang melakukannya. Dan beberapa hari kemudian partnerku pun memberitahukan hasilnya. Dia kita terima Gah, bukan semata karena skill tapi nampaknya dia perlu kita tolong, begitulah kata temanku. Hah, kita tolong !? Aku yakin jawabannya pasti lebih dalam daripada itu. Akupun meminta dia untuk menceritakan detail wawancaranya.
Beginilah ceritanya, lahir dari keluarga broken home membuatnya tinggal bersama sang ayah di Jakarta. Sang ayah membiayainya sekolah. Dan seperti remaja broken home pada umumnya, pulang terlambat merupakan hal yang biasa bagi seorang Echa. Hingga pada suatu hari ketidaksukaan ayahnya pada sikap tersebut membuatnya harus hengkang dari rumah itu. Alias terusir.
Maka, yang terpikir bagi Echa adalah tinggal bersama sang ibu. Ternyata tidak disangka, sang ibu sudah bersuamikan seorang duda yang sudah memiliki anak. Namun, hal itu tidak menjadikan halangan bagi Echa untuk menemui ibu kandungnya tercinta. Ia hendak meminta izin agar dapat tinggal dengan sang ibu dan keluarga barunya. Tanpa sedikitpun ada prasangka negatif.
Dan bukan sambutan hangat yang didapat, melainkan ucapan sesal
Maaf nak, ibu sudah terlanjur mengaku bahwa ibu belum mempunyai anak.
Kini...Echa dengan gaya harajuku-nya di Bandung, merantau dengan usia baru 18 tahun. Mencoba merajut harapan baru dalam perjalanan hidupnya.
Sunday, October 01, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment