Fiuhh...
Mungkin malam yang mendung ini cocok untuk menggambarkan kepenatan saya beberapa hari terakhir ini. Shalat isya di tengah sejuknya bandung utara tidak membuat lompatan demi lompatan pikiran jadi terkendali. Bisnis lagi sedikit stagnan, saya asumsikan karena pencatatan yang kurang rapi. Maka malam itupun saya memutuskan untuk mencari-cari software keuangan di sebuah toko buku terkenal.
Kunci stang saya pasangkan, dan pintu mobil pun saya tutup. Toko buku tersebut ada di dalam sebuah mall yang sangat luas. Dan, saya baru sadar, sudah lama sekali kaki ini tidak menginjakkan dirinya di tempat yang menjadi ikon materialisme, cieh...
Dan ada yang beda. Perasaan dulu-dulu, kalaupun pergi ke tempat kayak gini, ngga ada cerita Agah jalan sendirian. Kalo ngga bareng keluarga, ya pasti barengan temen. Temen dalam artian sebenarnya, bukan temen tanda kutip. Karena saya adalah anggota pasukan pengibar bendera jomblo sebelum janur kuning terpampang hehehe...
Belum jauh kaki beranjak dari mobil, saya melihat dunia yang sungguh lain. Di pelataran mall, mungkin ditempati oleh sekitar enam kafe, saya melihat cukup banyak pengunjung seusia saya yang dengan asyiknya bercengkrama dengan teman se-geng-nya.
Dunia ini tampak sangat lain bagi saya, karena saya tahu persis akan tingginya biaya yang mereka keluarkan demi secangkir kopi, misalnya. Sementara dalam minggu-minggu ini, saya kelimpungan memikirkan gimana caranya agar penjualan usaha meningkat. Life its so easy for them, i think...
Ok, saya ngerti betul bahwa mereka bukan mengeluarkan uang untuk membeli makanan. Tapi demi sebuah pengalaman. Mata kuliah marketing banget lah! Yang mereka konsumsi bukanlah makan atau minum, tapi memorable experience saat semua aspek makanan, minuman, interior, kehangatan, dan kenyamanan membaur menjadi satu.
Masalahnya, standar yang digunakan ialah standar layar kaca, yang biasa kita liat di TV-TV. Yang tidak semua bisa menikmatinya, betul !?
Maka sepulang dari sana, saya singgah sebentar di sebuah jalan sepi. Dimana disana terlihat penjual nasi goreng yang nampaknya berharap keras agar pembeli menghampirinya. Sudah jam sepuluh malam, dan akhirnya Allah kirimkan seseorang untuk menjadi jalan rezeki baginya.
Orang itu adalah saya, dan senyumannya pun menyapa saya. Setelah memesan dan duduk. Saya menikmati tarian tubuhnya. Caranya memotong, caranya menggoreng, caranya mencampur. Dan ditutup dengan sajian menu dengan asap mengepul di atasnya.
Ditambah segelas teh yang baru saja diseduh.
Saya rasa, inilah kehangatan sejati.
Hangat, nikmat, berpahala, dan tidak lupa
Ga bikin dompet jebol hehehe...
Mungkin malam yang mendung ini cocok untuk menggambarkan kepenatan saya beberapa hari terakhir ini. Shalat isya di tengah sejuknya bandung utara tidak membuat lompatan demi lompatan pikiran jadi terkendali. Bisnis lagi sedikit stagnan, saya asumsikan karena pencatatan yang kurang rapi. Maka malam itupun saya memutuskan untuk mencari-cari software keuangan di sebuah toko buku terkenal.
Kunci stang saya pasangkan, dan pintu mobil pun saya tutup. Toko buku tersebut ada di dalam sebuah mall yang sangat luas. Dan, saya baru sadar, sudah lama sekali kaki ini tidak menginjakkan dirinya di tempat yang menjadi ikon materialisme, cieh...
Dan ada yang beda. Perasaan dulu-dulu, kalaupun pergi ke tempat kayak gini, ngga ada cerita Agah jalan sendirian. Kalo ngga bareng keluarga, ya pasti barengan temen. Temen dalam artian sebenarnya, bukan temen tanda kutip. Karena saya adalah anggota pasukan pengibar bendera jomblo sebelum janur kuning terpampang hehehe...
Belum jauh kaki beranjak dari mobil, saya melihat dunia yang sungguh lain. Di pelataran mall, mungkin ditempati oleh sekitar enam kafe, saya melihat cukup banyak pengunjung seusia saya yang dengan asyiknya bercengkrama dengan teman se-geng-nya.
Dunia ini tampak sangat lain bagi saya, karena saya tahu persis akan tingginya biaya yang mereka keluarkan demi secangkir kopi, misalnya. Sementara dalam minggu-minggu ini, saya kelimpungan memikirkan gimana caranya agar penjualan usaha meningkat. Life its so easy for them, i think...
Ok, saya ngerti betul bahwa mereka bukan mengeluarkan uang untuk membeli makanan. Tapi demi sebuah pengalaman. Mata kuliah marketing banget lah! Yang mereka konsumsi bukanlah makan atau minum, tapi memorable experience saat semua aspek makanan, minuman, interior, kehangatan, dan kenyamanan membaur menjadi satu.
Masalahnya, standar yang digunakan ialah standar layar kaca, yang biasa kita liat di TV-TV. Yang tidak semua bisa menikmatinya, betul !?
Maka sepulang dari sana, saya singgah sebentar di sebuah jalan sepi. Dimana disana terlihat penjual nasi goreng yang nampaknya berharap keras agar pembeli menghampirinya. Sudah jam sepuluh malam, dan akhirnya Allah kirimkan seseorang untuk menjadi jalan rezeki baginya.
Orang itu adalah saya, dan senyumannya pun menyapa saya. Setelah memesan dan duduk. Saya menikmati tarian tubuhnya. Caranya memotong, caranya menggoreng, caranya mencampur. Dan ditutup dengan sajian menu dengan asap mengepul di atasnya.
Ditambah segelas teh yang baru saja diseduh.
Saya rasa, inilah kehangatan sejati.
Hangat, nikmat, berpahala, dan tidak lupa
Ga bikin dompet jebol hehehe...
1 comment:
Saya pernah mendengar gerutuan seorang pendagang ayam goreng langganan saya. Katanya..."kalau di sinetron, dapat duit kayaknya gampang banget ya?". Heuheuheu.
Btw, saya juga sedang merasakan 'kesendirian' nih. Mau nemenin jalan2? :))
Post a Comment