Serasa baru kemarin pesantren yang kami adakan berakhir. Sebagai panitia, begitu banyak kesan yang membekas dihati. Mungkin bukan dari sisi keilmuan, karena sebagai panitia tugas kami lebih banyak diluar kelas. Namun kebersamaan antar sesama panitia yang begitu tulus dan tanpa pamrihlah yang masih kukenang hingga tulisan ini dibuat.
Pesantren yang kami adakan diisi oleh beberapa ustadz baik dari Bandung maupun luarkota. Mereka semua insyaAllah merupakan pemateri yang kredibel di bidangnya. Namun ada seorang ustadz yang memberi pengalaman tersendiri dalam diri ini.
Ustadz Alfi namanya, sebelum menjadi ustadz konon kabarnya beliau adalah seorang drummer terbaik se-Jawa Bali. Namun kini –subhanallah- atas hidayah dari Allah, beliau mewakafkan dirinya untuk menjadi agen pencerahan agar umat tidak bergelimang kemaksiatan.
Suatu malam, beliau mendapat giliran untuk menjadi pemateri. Tema yang beliau sampaikan adalah mengenai dzikir. Sebuah amalan yang tidak memerlukan banyak energi, dan tidak menghabiskan banyak waktu. Namun, ganjarannya justru sangat besar disisi Allah SWT. Karena sudah pernah mendapatkan materi serupa, aku masih tidak begitu tersentuh hingga akhir materi selesai disampaikan. Dan setelah materi itu, peserta dan panitia pun menjalankan agenda rutin yaitu tidur malam.
Selepas shalat shubuh, beliau ternyata meminta panitia untuk mengantarkannya ke stasiun kereta api. Katanya, beliau mendadak dipanggil ke Jakarta untuk bertemu dengan perwakilan sebuah LSM dakwah internasional. Dan akupun menyanggupi untuk mengantarnya dengan pemikiran kapan lagi aku bisa ngobrol personal dengan seorang ustadz kalo bukan pada momen ini.
Mobil dipanaskan dan beberapa menit kemudian mulai melaju. Perjalanan kuestimasi akan memakan waktu sekitar 20 menit. Maka di perjalanan akupun bertanya berbagai hal terutama mengenai aktifitas beliau sebagai seorang ustadz. Obrolan berjalan lancar disertai beberapa jeda bicara.
Dan sahabat sekalian, ada satu momen yang membuat perjalanan 20 menitku menjadi begitu berkesan. Momen itu adalah saat jeda bicara. Biasanya, bila kita mengobrol dengan seseorang akan ada jeda dimana kedua belah pihak sibuk memikirkan apa lagi topik yang akan dibicarakan. Namun beliau tidak, karena jeda tersebut selalu diiringi dengan suara lirih berbunyi istigfar, tasbih, dan kalimat-kalimat dzikir lainnya. Tak ada waktu yang terbuang sia-sia. Inilah yang membedakan antara waktu luang orang-orang shalih dengan orang awam seperti kita.
Maka seketika akupun teringat akan materi yang beliau sampaikan tadi malam...
Rasulullah SAW bersabda : Ada dua kalimat yang ringan diucapkan dengan lisan, namun memberatkan timbangan kebaikan pada hari kiamat dan amat dicintai oleh Allah Yang Maha Pengasih. Kalimat itu adalah Subhanallah Wabihamdih, Subhanallahil Azhim (Maha Suci Allah dan segala puji bagiNya, Maha Suci Allah lagi Maha Agung)
-HR Bukhari Muslim-
-HR Bukhari Muslim-
1 comment:
Sesuatu yg kosong telah terisi, terisi dengan sesuatu yang bukanlah kerugian,begitulah adanya...waktu terus berlalu,,tidak pernah berhenti ataupun mundur,dan itu kenyataannya....
Jadi...intinya waktu bisa diliat lewat jam ato matahari jika jamnya rusak
Post a Comment