Wednesday, November 29, 2006

BOSAN..

Rabb...
berikanlah aku keikhlasan itu
aku mulai bosan
bosan merangkai kata
hanya untuk dikagumi mata

Tuesday, November 28, 2006

MR BALDY DAN JALAN HIDAYAH

Saya punya temen, kepalanya botak, posturnya kurus. Mirip pentul korek cap duren lah pokoknya. Sengaja namanya ngga saya sebut. Biar ngga jadi ghibah ah hehehe...

Walaupun berbeda tempat kuliah, hubungan kami dapat dibilang akrab. Dulu pertama kenal sih saat ikut sebuah daurah (baca : training keislaman) di daerah lembang saat baru lulus SPMB.

Yang unik adalah perjalanannya menuju hidayah

Dulu, masa SD hingga SMPnya dia habiskan di sekolah kristen. Akibatnya, meniggalkan shalat jumat pun bukan merupakan sebuah hal yang salah baginya. Maklum, mene ketehe! katanya

Nah sewaktu SMA, as usual, kalo bulan ramadhan ada kitab keramat yang namanya 'buku pedoman aktivitas ramadhan' yang harus diisi 30 ceramah plus cap sakti dari DKM setempat.

Kalo kita sih, biasa. Tapi bagi dia, buku kayak gini begitu luar biasa. Istilahnya mah love at the first sight *Gini gitu nulisnya?* Dan akhirnya selama 30 hari temen saya ini memasuki belantara bernama kajian keislaman.

Akhirnya, hidayah datang menyapa. Dia baru sadar bahwa Islam itu ngga hanya ibadah ritual semata. Tapi sebuah sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Jalan kebahagiaan. Dan mulai saat itulah paradigmanya berubah *power ranger kalee, berubah*

Sekarang, temen saya ini adalah aktivis di sebuah yayasan sosial yang bergerak dalam bidang dakwah. Selain itu dia juga aktif di organisasi ilmuwan muda yang berasaskan Islam. Subhanallah ya, jalan hidayah mah suka ngga disangka-sangka

MENJADI ORANG BIASA

Saya ngga tau apakah menjadi orang biasa itu membosankan atau menyenangkan.

Yang saya tau, orang biasa adalah orang yang sebelum pergi, sibuk memilih pakaian, karena sangat khawatir akan apa yang dikomentari teman-temannya. Padahal, siapa pula yang peduli dengan cara berpakainan orang biasa sepertinya? Dia adalah seseorang yang kuliah diantar sopir, sopir angkot maksudnya. Harinya diawali dengan cepat-cepat mendatangi gerombolan, dimana teman-temannya sedang menyalin tugas hasil karya 'sang bintang kelas'.

Di kelas, orang biasa adalah dia yang jantungnya berdegup kencang tanpa alasan saat beberapa detik lagi namanya dipanggil oleh dosen, padahal itu cuma absensi harian biasa. Dia adalah orang yang kagum saat temannya, 'sang idola kelas' berinisiatif mengacungkan jari untuk memberi pendapat. Sementara dirinya mati-matian tidak tergagap, saat dosen menyuruhnya berpendapat.

Saat istirahat, dia paling anti pergi sendirian, harus berkelompok karena merasa terasing bila berjalan sendirian. Oleh karena itulah, bila ke WC dia selalu minta ditemani. Dan ciri lain orang biasa adalah dia yang ikut tersenyum saat 'pelawak kelompok' melontarkan humor-humornya. Dia juga adalah orang yang mengangguk-anggukan kepala, walau ngga connect akan apa yang diobrolkan teman-temannya.

Saat nilai rata-rata kelas adalah tujuh, orang biasa adalah dia yang cukup puas mendapatkan nilai enam koma tujuh lima. Bila kuliah beres, dia tidak berani langsung pulang karena entah mengapa ada dorongan untuk bergabung, dan ngobrol terlebih dahulu dengan teman-temannya.

Buku bacaannya adalah koran langganan, modul kuliah (bukan text book loh), komik, dan buku-buku yang ditugaskan oleh gurunya untuk dirangkum. Tidak lebih, tidak kurang. Bila menonton, dia adalah orang yang terus-menerus memindahkan channel mencari acara yang menarik, walaupun tanpa disadari pemindahan channel itu sudah dia lakukan selama tiga puluh menit. *Tuing tuing*

Orang biasa tidak pernah berorganisasi, dengan alasan kuliah itu ya belajar. IPK adalah alasannya untuk kuliah, karena CVnya harus tampak sempurna. Les favoritnya adalah bahasa inggris dan komputer, karena inilah yang dibutuhkan untuk melamar kerja, katanya. Saat ditanya pendamping impiannya ia hanya menjawab, yang penting pengertian, begitu katanya. Cita-cita tertingginya adalah masuk surga, dengan bekal solat pada saat injury time hehehe...

Saat friendster mulai ngetren, dia sibuk mengisi testimoni untuk friendlistnya, peduli amat kenal apa ngga, yang penting dipuji balik. Saat gmail invintation dia dapat, dia sibuk ngasi tau temen-temennya bahwa fasilitas di gmail tuh begini dan begitu loh. Saat ngeblog, dia ngasi komentar plus linknya di blognya orang beken, biar blognya banyak dikunjungi. Padahal, bukankah puluhan komentator disana memiliki tujuan serupa? Pusing bo!

Kalau udah kerja, jabatannya mentok di staf. Dan bila berbisnis, orang biasa adalah dia yang sangat berobsesi memberi merek LUMAYAN atau SEDERHANA pada rumah makan yang didirikannya. Lagi demam clothing, ngikut. Lagi tren digital printing, hayu. Terus, terus, dan teruuuus dikendalikan arus

Yah begitulah hidup orang biasa, semuanya bisa ditebak, semuanya gitu-gitu aja

Ada yang punya ciri lain?
No heart's feeling ah...

INSYA ALLAH

Pernah suatu pagi saya dapet SMS yang isinya kurang lebih

"Mohon kehadirannya pada acara anu bertempat di anu jam anu, jarkom ke si anu"

Maka saya jarkom deh SMS itu, tidak lama kemudian HP bunyi lagi. Report-kah? Ternyata bukan. Pas saya cek ternyata reply dari si anu yang saya jarkom. Isinya singkat.

"Coba baca Al Kahfi 23-24" begitu katanya

Kirain tausiyah pagi biasa, ternyata eh ternyata nyindir abis...!

"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini"

Pertamanya sakit hati. Ini anak sopan amat, udah mah junior, berani-beraninya lagi nyindir atas isi SMS yang ngga saya buat. Lha wong cuma ngejarkomin doang, kok gue yang disindir.

TAPI...

Alhamdulillah, pikiran saya mulai jernih, sejernih akal sehat
*Iklan minyak kalee*

Kok Allah baik bener ya ngasi saya lingkungan yang penuh orang-orang sholeh kayak gini. Padahal mungkin kalo ngebanding-banding amal mah bagaikan pohon pinang dan pohon cabe. Jauh...

Oya, insya Allah disini bukan kayak insya Allah-nya orang sunda okey. Yang notabene merupakan penolakan halus akan sebuah komitmen. Kok tau? Apan saya orang Sunda.

NB : Makanya nih, kalo bikin pengumuman baik poster, pamflet, sms, dan sebagainya. Jangan lupa pake Insya Allah. Kan hari esok siapa yang tau, tul !

Tuesday, November 07, 2006

BELUM SAATNYA CINTA

Cinta merupakan hal yang manusiawi. Bukan untuk dipendam dalam-dalam, bukan juga untuk diekspresikan dengan liar. Namun ia perlu dikendalikan, disalurkan pada pipa-pipa bernama perjuangan.

Terkadang atau bahkan sering sekali. Saat kita merasa cinta pada seseorang, misalkan ortu, adik, sahabat, maupun si dia. Kita sangat menginginkan untuk memilikinya. Kita sangat ingin agar dia melakukan apa yang MENURUT KITA baik untuk dilakukannya.

Bila kita menemukannya melakukan sesuatu yang MENURUT KITA tidak baik, maka kita marah, sedih, kecewa. Namun hari ini saya sadar bahwa hal tersebut adalah sebuah kesalahan besar.

Kita bukan Sang Pencipta. Yang notabene mengetahui apa yang SEBENARNYA baik maupun buruk bagi seseorang. Manusia diciptakan dengan segala keunikannya. Manusia diciptakan untuk menjalani peran khususnya. Betul bahwa tujuan penciptaan kita adalah ibadah, namun janganlah kita persempit maknanya.

Ada manusia yang perannya menebarkan ilmu yang mencerahkan
Ada juga yang perannya menebarkan harta yang memberdayakan
Tapi ingat, bukankah menebarkan senyuman pun ibadah?

Kembali lagi pada sang cinta. Alkisah Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang sedang menapaki tangga puncak amanah ternyata mendapatkan tawaran yang mengejutkan. Ia ditawari oleh istrinya untuk menikah lagi! Tidak tanggung-tanggung, istrinya sendiri yang memilihkan gadis beruntung tersebut bagi suaminya.

Adalah wajar bila seorang pahlawan memiliki kebutuhan akan kasih sayang dan kelembutan lebih dari orang kebanyakan. Dan sang istri ternyata memahami fitrah kepahlawanan tersebut. Ironisnya, ternyata gadis yang ditawarkan merupakan romantisme masa lalu Umar.

Dahulu, ada sebuah momen dimana Umar mencintai sang gadis. Dan sang gadis pun memberikan respon positif. Namun, atas nama kecemburuan justru sang istrilah yang menghalangi benih ikatan itu. Kini, kondisinya berputar balik. Justru sang istrilah yang menawarkannya pada suami tercinta.

Dorongan itu begitu kuat, gairah cinta meletup-letup. Dan lagi, pintu kesempatan terbuka begitu lebar. Namun, sekelebat kesadaran membuka tabirnya dalam benak sang khalifah.

TIDAK, Saya belum sepenuhnya merubah diri jika masih kembali pada dunia perasaan semacam ini.

Begitulah Umar, maka diapun justru menikahkan gadis tersebut dengan seorang pemuda.

Saat sang gadis bertanya

Dulu kita pernah saling cinta, namun kemanakah cinta itu sekarang?

Dengan penuh haru Umar bin Abdul Aziz menjawab

Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya jauh lebih dalam

Maka, cinta itu pun digunakan sang khalifah untuk menjemput takdir kepahlawanannya. Jalan perjuangan. Dan begitulah, hari ini saya baru menyadari. Bahwa belum saatnya cinta. Belum saatnya ia diekspresikan.

NB : terinspirasi sebuah momen merah jambu dan juga dari buku berjudul Mencari Pahlawan Indonesia by Anis Matta