Wednesday, January 17, 2007

PARA DAI PAK RAMLI 2

Ternyata sebelum pensiun, beliau bekerja pada sebuah perusahaan asing di Kalimantan. But thats not the point, karena obrolan kami ternyata terus berlanjut hingga terungkapkan bahwa beliau bersama beberapa teman seperjuangannya *cieh* adalah inisiator diadakannya shalat jum’at di perusahaan tersebut.

Karena panggilan keimanan inilah dengan penuh keyakinan, beliau langsung menghadap atasannya, ekspatriat, dan mengutarakan keinginannya agar karyawan muslim disana lebih nyaman dalam beribadah. Dan atas kemudahan dari Allah, ternyata atasannya justru kagum dengan prinsip hidup yang beliau anut.

Bahkan dana pembangunan mushalla disana langsung disupply dari headquarters perusahaan tersebut *kalo ga salah* yang berlokasi di Prancis. Bisa bayangkan amal jariyah yang beliau dan teman seperjuangannya dapat atas setiap orang yang shalat disana? Subhanallah ya!

Nah ada yang lebih hebat.
Pernah denger Pesantren Hidayatullah dengan gerakan tebar da’i senusantaranya? Ternyata Pak Ramli dkk-lah yang menanggung biaya hidup bulanan para da’i yang bertugas di Kalimantan, khususnya yang dekat dengan lokasi kerja beliau. Katanya ”Biarlah mereka (para da’i) fokus berdakwah saja, urusan nafkah biar kami yang handle”

Suatu hari beliau sangat terkejut saat beras yang biasa dikirimnya untuk jatah sebulan ternyata habis dalam waktu kurang dari tiga hari. Apakah dicuri? Bukan. Apakah ludes dimasak para da’i? Ternyata bukan juga. Lalu beliau pun penasaran dan menanyakan hal tersebut.

Apa jawaban para da’i tersebut?
Pak, beras tersebut kami kirimkan pada adik2 kami anak yatim di Jawa sana.
Bagi mereka, beras sangat berharga.
Dan Pak, urusan perut bagi kami nomer sekian.
Karena, yang terpenting bagi kami adalah, dakwah…

...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…
(QS Ath Thalaq 65 : 2-3)

PARA DAI PAK RAMLI 1

Mungkin saya belum begitu lama mengenal beliau. Pak Ramli, sekretaris DKM Al Muhajirin, sebuah masjid di kompleks saya. Beliau adalah seseorang yang paling sering dipuji etos kerjanya oleh bapak ketua DKM.

For your information, ada sebuah tren siklus hidup bahwa kalo umur udah tua, maka sudah saatnya kembali ke Allah. Alias rajin-rajin ibadah. Nah, di kompleks rumah nih, kebanyakan memang udah pensiun. Ngga heran kalo banyak diantara teman saya yang (walaupun dalam hati, dan saya tahu itu) mengatakan “Gah, kamu dewasa banget” *suwit suwiw* ”Ya iyalah, gaulnya aja sehari-hari sama pensiunan gitu loh!

Ok, lanjut...
Tren itu dibuktikan dengan survey kecil2an. Bahwa mayoritas peserta shalat adalah bapak2 berusia lanjut. Kalo misalkan ada bapak-bapak yang jarang keliatan, terus tiba-tiba muncul di masjid. Artinya ada tiga kemungkinan. Baru pensiun, baru di-PHK, atau melarikan diri dari omelan istri di rumah. Sori, yang ketiga mah becanda.

Ada bapak-bapak yang cuma fokus di ibadah, seperti shalat. Dan ada juga yang mau berkarya lebih, yaitu menjadi pengurus DKM. Alhamdulillah, para aktivis harusnya malu sama bapak-bapak bersemangat tinggi seperti ini.

Tapi ada masalah nih,
Sehubungan mereka itu mantan pejabat. Jadi, kalo saya amati misalnya pas rapat. Seolah-olah masing-masing ingin menonjol. Dalam artian, pokoknya gua harus ngomong, masalah isi omongannya ngga penting2 amat, itu nomer kesekian. Intinya pengen menonjol. Padahal menonjol yang tidak pada tempatnya, ibarat bisul di pantat. Betul tidak hadirin? Betuuul...*ala Aa Gym*

Yah mirip2 sama aktivis muda yang pengen komentar melulu di forum lah, mereka yang berpendapat, diskusi yang durasinya semalaman dan berlarut-larut adalah ciri kesuksesan musyawarah. Dan setelah itu, mungkin hanya kurang dari seperempat anggota yang masih aktif mengerjakan hasil musyawarah itu selama periode kepengurusan.

Untungnya, Pak Ramli bukan tipe seperti itu.
Beliau sangat amanah dalam perannya sebagai sekretaris. Baik dalam jabatan di pengurus harian, maupun di kepanitiaan. Dan pernah beberapa pekan yang lalu, saya mengobrol agak lama dengan beliau.

BERSAMBUNG

Sunday, January 14, 2007

JATUH CINTA PADA SEORANG IBU-IBU

Kemarin2 saya baru saja jatuh cinta. Bukan dengan wanita sebaya, tapi dengan sorang ibu berusia separuh baya. Dan rasanya memang indah karena sudah cukup lama saya kehilangan energi bernama cinta *orang yang aneh*

Hari itu bertepatan dengan idul adha. Dan seperti rutinitas tahun sebelumnya. Selepas shalat, saya pulang dulu untuk makan pagi dan bermaaf-maafan dengan keluarga. Then, setelah berganti baju dengan setelan yang paling kucel, saya langsung cabut bersama bapak untuk membantu panitia di masjid.

Intermezzo : Tahukah anda siapa yang paling ditakuti oleh seorang narapidana dengan vonis mati? Sang eksekutor? Bukan, namun sang pembaca vonislah orangnya. Karena sang pembaca vonis inilah yang akan menentukan kapan napi dieksekusi, dengan metode apa napi dieksekusi, dsb. Dan, itulah jabatan saya dalam kepanitiaan.

Yap, sayalah sang pembaca nomor urut hewan kurban. Sayalah yang menentukan hewan kurban nomer berapa yang disembelih duluan. Dan hari itu saya telah membuat empat puluh lima domba dan sembilan sapi dieksekusi, tanpa setitik pun noda darah mampir di baju saya. Sungguh manusia berdarah dingin, huahahaha *ketawa ala raksasa*

Heup, tobat ! Kita terusin ceritanya. Nah sorenya kan daging kurban mulai didistribusikan nih. Dan panitia meminta kami, para anak muda belia *halah* untuk mengantarkan daging tersebut ke rumah seorang ibu menggunakan mobil box.

Mobil tiba di sebuah rumah dengan cat krem bertingkat dua. Tidak mewah, namun sulit untuk dibilang tidak bagus. Saya kenal dengan pemiliknya. Ibu P inisialnya. Nah, saat kami tiba ternyata di depan rumah beliau sudah berkumpul banyak ibu-ibu dengan wajah harap-harap cemas.

Dikirain menanti saya, eh ternyata menanti pembagian daging. Oh saya baru tahu bahwa ternyata Ibu P ini diberi jatah sebegitu banyak daging oleh panitia karena memang sudah biasa menjadi koordinator bagi ibu-ibu dhuafa. Dan beliau bersedia menjadikan rumahnya sebagai pos pembagian. Subhanallah, luar biasa ada seorang ibu rumah tangga dengan rasa empati sebesar ini.

Saat itulah saya mulai mengingat-ingat daftar kebaikan beliau selama ini. Hmm, beliau adalah koordinator pengajian ibu-ibu tiap kamis sore di masjid. Baksos juga kalo ngga salah inisiatornya beliau. Trus kalo ramadhan pas shubuh biasanya masjid diserbu oleh ratusan ibu-ibu yang mau tadarus, yang mimpin masih beliau. Dan sekarang pas idul adha, pimpinan ibu-ibu tim pemotong daging di ruang belakang masjid adalah beliau.

Fiuh, sekarang ngga tau kenapa saya melihat beliau nampak begitu cantik di usianya yang separuh baya. Mungkin inilah yang dinamakan inner beauty. Saya jadi inget pas dulu beliau pernah ngomong gini ke saya ”Coba kalo ibu punya anak perempuan, ibu jodohin dengan kamu Gah”

Alhamdulillah-nya nih, anak beliau berjenggot semua. Untung aja, karena hingga kini saya masih menjadi seorang pria yang terlalu mudah untuk jatuh cinta. Bebas euy! Hehehe